Politikus Partai Bulan Bintang Hamdan Zoelva (tengah) yang juga Mantan Ketua MK, Koordinator Presidium KAHMI dan Ketum Syarikat Islam (SI) |
MUHAMMADIYAH 4 PBB -- Sejumlah persoalan yang muncul pada Pileg dan Pilpres 2019 memicu beragam tanggapan dari berbagai kalangan. Koordinator Presidium KAHMI yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengusulkan pemilu sistem tertutup.
"Harapan saya memang harus evaluasi pemilu pada masa yang akan datang. Kalau saya mengusulkan, pemilu kita tetap pemilu serentak, tetapi pemilu yang lebih sederhana. Sederhana yang bagaimana? Akan sangat sederhana kalau kita gunakan sistem yang tertutup," kata Hamdan saat menghadiri Pelantikan Pengurus HMI dan Kohati cabang Majalengka, periode 2019-2020 di Gedung KNPI Majalengka, Rabu (3/7/2019).
Lewat pemilu dengan sistem tertutup itu, nantinya masyarakat hanya akan memilih parpol, seperti Pemilu 1999. Dengan sistem tersebut, pemilu yang dihelat jauh lebih sederhana bagi masyarakat.
Lewat sistem tertutup ini pula petugas KPPS tidak lagi akan membutuhkan waktu yang panjang untuk melakukan rekapitulasi. "Kemudian yang ketiga, bahwa dengan sistem terbuka seperti ini, anggota-anggota DPR tidak lebih baik dari sistem tertutup," jelas dia.
Pemilu dengan sistem terbuka seperti yang dilakukan saat ini, lanjut dia, menimbulkan permainan yang merusak bagi masyarakat maupun para caleg. "Karena itu saya mengusulkan ke depan, kita kembali, tetap pemilu serentak, tetapi dengan sistem yang tertutup, itu akan sangat sederhana sekali," kata Hamdan.
Dalam kesempatan itu, dia juga menyoroti tentang presidential threshold 20 persen sebagai syarat parpol bisa mengajukan capres dan cawapres. Dia menilai, kebijakan tersebut alangkah baiknya diubah, sehingga tidak ada batasan persentase.
Hamdan Zoelva juga masuk bursa Capres 2019 |
"Kita kembali saja ke Undang-Undang Dasar, yang sebenarnya tidak menghendaki ada persentase. Karena seluruh peserta pemilu, baik secara sendiri-sendiri maupun gabungan, dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Jadi dibuka saja sampai nol," jelasnya.
Terkait peluang akan banyaknya pasangan capres dan cawapres, Hamdan menjelaskan hal itu tidak jadi masalah. Bahkan dia mengibaratkan hal itu dengan sebuah kompetisi, yang mengharuskan para kontestan melewati babak kualifikasi untuk kemudian sampai ke babak final. Saat babak final itulah, dua calon yang akan bersaing di putaran kedua.
"Nah ini tidak akan membuat ketegangan politik sampai delapan bulan. Urusan dua pasangan calon, urusan 'cebong' 'kampret' delapan bulan. Jadi sebenarnya kalau dibebaskan nggak akan seperti itu," jelas dia.
Menurutnya, MK belum pernah memutuskan agar sistem pemilu di Indonesia harus menggunakan sistem terbuka atau tertutup. Yang tidak dikehendaki MK, kata dia, tidak boleh ada sistem yang setengah-setengah. Dengan demikian, jika terbuka maka harus terbuka sepenuhnya.
"Bisa saja ada yang gugat, tetapi yakin sekali apakah terbuka atau tertutup, itu pilihan kebijakan politik menurut undang-undang, yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Jadi nggak ada masalah," kata Hamdan. (sumber)
Posting Komentar